Thursday, July 15, 2010

Untukmu Saudaraku

Individu adalah komponen terkecil penyusun masyarakat. Dia memegang peranan penting dalam menentukan perjalanan dan bentuk masyarakat itu sendiri. Oleh kerana itu, yang menjadi tonggak dalam gerakan kita adalah individu, kemudian keluarga, dan akhirnya masyarakat. Maka perbaikilah dirimu terlebih dahulu, kemudian serulah orang lain ke jalan kebaikan. Kerana terwujudnya peribadi-peribadi yang benar-benar mukmin akan membuka banyak peluang untuk sukses. Inilah karakteristik Islam yang paling menonjol, iaitu pembentukan pribadi Islami {takwin asy-syakhshiyah al-islamiyyah).

Walau jumlah orang yang memusuhi Islam sangat banyak, namun jika kita dapat mengajak satu orang dari mereka dalam setiap hari agar mahu bergabung dalam dakwah Islamiah, maka perlahan tapi pasti kita telah mengentaskan mereka dari kehinaan jahiliah menuju kemuliaan di bawah naungan cahaya Islam.

Bukankah ini adalah tujuan dakwah? Bukankah mencari pengikut dengan cara seperti ini adalah tindakan yang bijaksana dan akan membuahkan hasil yang jelas? Tugas kita adalah meluruskan pendapat umum yang salah terhadap Islam. Jika individu bisa menjadi baik, maka masyarakat pun akan menjadi baik, dan dengan sendiri-nya Islam akan berdiri tegak.

Dalam jamaah dakwah Islamiah sendiri, kita mengadakan suatu program yang kita sebut dengan projek al-akh al-wahid, yaitu setiap anggota berjanji dan berusaha untuk mengajak satu orang anggota baru dalam satu tahun.

Tidak seorang pun diperbolehkan menunda-nunda waktu, kerana perputaran waktu adalah bahagian dan pengobatan dan pembentukan (al-waqtu juz'un min al -ilaj wat al-takwin). Sehari dalam kehidupan individu adalah setahun dalam kehidupan umat. Umat yang mengerti betul akan hakikat kehidupan, mereka tidak akan pernah mati.

Ini semua akan bergantung pada para da'i dalam memandang kesucian dan urgensi risalah dakwah serta bergantung pada pengorbanan para da'i, baik harta, tenaga, mahupun waktu.

Yang perlu diperhatikan oleh para da'i pada masa pembentukan (fase takwiniyah adalah memberikan uswah hasanah, bertujuan menampilkan di hadapan masyarakat gambaran nyata tentang Islam. Ini harus dilakukan dengan kemantapan iman, pemahaman yang universal, dan bertoleransi dalam masalah-rnasalah khilaf dan furu'
.
Metode dakwah haruslah secara tadarruj (bertahap), sebagaimana firman Allah swt.,


"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."(Asy-Syu'ara: 214)

"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik." (Al-Hijr: 94)

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, kerana sesungguhnya mereka telab dianiaya. Sesunggubnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (Al-Hajj: 39)

Dari anasir jahiliah, Rasul mencetak pasukan hidayah. Dari anasir hidayah, Rasul menaklukkan negen-negeri thaghut. Di jalan itulah, Rasul meletakkan sistem dakwahnya.

Tugas Kita

Dalam memberikan arahan (taujih) tentang tugas dakwah, Imam Syahid Hasan Al-Banna memberikan perumpamaan dengan perkataannya, "Di setiap kota terdapat pusat pembangkit tenaga elektrik. Para pegawai memasang instalasinya di seluruh penjuru kota, memasang tiang dan kabel, setelah itu aliran elektrik masuk ke pabrik-pabrik, rumah-rumah, dan tempat-tempat lain. Jika aliran elektrik tersebut kita matikan dari pusat pembangkitnya, niscaya seluruh penjuru kota akan gelap gulita. Padahal saat itu tenaga elektrik ada dan tersimpan di pusat pembangkit elektrik, hanya saja tenaga elektrik yang ada itu tidak dimanfaatkan."

Demikianlah, Allah swt. telah menurunkan Al Qur'an Al-Karim kepada kita, dan dialah sebesar-besar energi dalam kehidupan ini. Allah swt. berfirman,

l
Sesunggubnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (Al-Maidah: 15-16)

Begitu pula dengan Al-Qur'an Al-Karim, ia adalah pusat pembangkit "tenaga" bagi kaum muslimin, tetapi sumber kekuatan itu kini dicampakkan oleh kaum muslimin sendiri, sehingga hati mereka menjadi gelap dan tatanan kehidupan pun menjadi rusak.

Tugas kita sebagai da'i adalah seperti tugas para pegawai elektrik, mengalirkan kekuatan ini dan sumbernya ke setiap hati orang-orang muslim agar senantiasa bersinar dan menerangi sekelingnya. Allah swt. berfirman,

"Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan keadaan orang yang berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?" (Al-An'am: 122)

Tatkala anda ingin memikat hati mad'u, anda harus ingat bahwa anda adalah seorang da'i, bukan seorang ulama atau fuqaha. Tatkala anda berdakwah, anda harus ingat bahwa anda sedang memberikan hadiah kepada orang lain, maka anda harus mempertimbangkan hadiah apa yang sekiranya patut diberikan dan bagaimana cara memberikannya.


Rintangan Dakwah

Permasalahan yang menghadang seorang da'i di tengah medan dakwah adalah permasalahan yang muncul dari dalam dirinya, padahal orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberikan sesuatu tersebut. Seseorang yang tidak memiliki kunci, maka sulit baginya untuk masuk. Manusia yang hatinya terkunci sehingga sulit dimasuki oleh dakwah, bagaikan brankas besar yang sebenarnya dapat dibuka hanya dengan kunci yang kecil. Demikianlah persoalannya, yang sesungguhnya kembali kepada diri sang da'i itu sendiri, yakni berkaitan dengan potensi dirinya secara ruhiah, di samping kecekapannya untuk membuat program, serta ketahanan dalam
mewujudkannya.

Jika kita telah faham bahawa syaitan juga membuat program untuk para pengikutnya dengan langkah-langkah yang bertahap (sebagaimana firman Allah, "Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan." (Al-Baqarah: 168), maka sudah selayaknya seorang da'i juga membuat program dan langkah-langkah dalam mengambil simpati mad'u. Sungguh sangat jauh berbeza antara tujuan syaitan dengan tujuan orang-orang yang beriman. Allah swt. berfirman,

"Dan janganlah kalian berhati lemah dalam mengejar mereka (musuh kalian). Jika kalian menderita kesakitan (kekalahan), maka mereka sesungguhnya juga menderita kesakitan (pula), sebagaimana kalian menderitanya. Sedangkan kalian mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (An-Nisa': 104)

Oleh kerananya, seorang da'i hendaklah memperhatikan celah-celah kebaikan yang ada pada orang lain kemudian memupuknya, sehingga celah-celah keburukan yang ada padanya tersingkir dan ia mahu bangkit berdiri melangkah di jalan Islam.

Tugas seorang da'i seperti tugas seorang pengajar dan dokter yang akan memberikan ubat sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pesakitnya. Tidak masuk akal kalau semua pesakit diberi ubat yang sama, kerana penyakit mereka tentu berbeza-beza satu sama lain.

Pengajar dan doktor adalah da'i yang paling berjaya, jika mereka bersedia melakukan pekerjaan itu dengan didasari keimanan kepada Allah dan untuk menegakkan agama-Nya. Didasari oleh alasan inilah, para misionaris dalam memerangi dunia Islam memusatkan perhatian mereka pada universiti-universiti dan rumah sakit-rumah sakit, serta menyalurkan berbagai bentuk bantuan.

Tugas pengajar adalah menghayati hati dan pola pemikiran siswa, lalu membimbing mereka sedikit demi sedikit, sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana, sedangkan tugas doktor adalah menghapus penderitaan pesakit dengan kata-kata yang dipenuhi keimanan dan memberikan ubat yang sesuai.

Mungkinkah seorang da'i mengajak orang lain untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam tanpa memberikan kasih sayang kepadanya?

Perilaku dan keteladanan seorang da'i yang ikhlas akan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada tulisan dan ceramah. Ibarat remote control yang dapat digunakan untuk memindahkan acara TV dari jarak yang jauh tanpa harus memakai kabel, begitu juga dengan seorang da'i yang ikhlas dan penuh kasih sayang. la tidak akan kesulitan memasukkan apa yang ada dalam hatinya ke dalam hati orang lain.

Jika tatapan mata yang dipenuhi oleh rasa iri dan dengki itu dapat memberikan mudharat, maka tatapan mata yang dipenuhi rasa iman dan kasih sayang akan menimbulkan cinta dan keimanan.

Dari sini kita dapat mengetahui betapa berharganya indra yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia. Indra adalah bagian penting dari tubuh manusia, sedangkan jasad secara keseluruhan adalah sebagai tempat tinggal bagi indra tersebut. Allah swt. berfirman,

"Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?' Perhatikanlah bagaimana berkali-kali Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga)." (Al-An'am: 46)

"Katakanlah, 'Dialah Yang menciptakan kalian dan menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati.'" (Al-Mulk: 23)

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) lidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Al-A'raf: 179)

Orang yang tidak mengetahui dan mensyukuri nikmat Allah swt. berupa indra adalah orang yang tidak mengetahui sumber kehidupan yang amat besar. Allah swt. berfirman,

"Ataukah seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya lagi awan; gelap gulita yang tindih-menindih, apabila ia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tidaklah dia mempunyai cahaya sedikitpun." (An-Nur: 40)

Dengan kehilangan indra, manusia akan menjadi sosok makhluk yang tidak hidup dan tidak mati. Ia menjadi makhluk yang tidak berguna. Kalau sudah begitu, maka ia tidak akan bisa memberikan pengaruh kepada orang lain, kerana alat penerima dan pengirim sudah lidak lagi berfungsi, seperti orang yang tidur di atas ranjang emas tetapi ia tidak menyadarinya, kerana indra-nya sedang tidak berfungsi. Manusia yang demikian itu membutuhkan orang yang membangunkan dari tidur-nya yang lelap. Allah swt. berfirman,

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan itu ia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaanya dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?" (Al-An'am: 122)

Marilah kita perhatikan gambaran-gambaran berikut, "Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, danpenglihatan mereka ditutup. Bagi mereka siksa yangamat berat." (Al-Baqarah: 7)

"Dan Kami adakan tutup di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Apabila kalian menyebut Rabb kalian saja dalam Al-Qur'an, niscaya mereka berpaling ke belakang kerana bencinya." (Al-Isra': 46)

Orang yang tidak menggunakan indranya adalah orang yang hidup dalam "dunia yang tidak nyata", sehingga alam sekitarnya tidak akan melihat dan merasakan keberadaannya, serta tidak akan sedih jika ditinggal pergi.

Mereka tidak memahami makna hidup yang sebenarnya, tujuan penciptaan, dan tanggung jawab yang dibebankan. Adapun da'i, ia ibarat qalbu (hati), maka barangsiapa yang tidak memfungsikan hatinya, ia tidak mendapatkan sambutan dari masyarakatnya. Allah swt. berfirman,

"Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku Iemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekelilingmu." (Ali Imran: 159)

Hati yang beriman adalah sumber penggerak, sebagaimana firman-Nya,
"Tiada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan seizin Allah. Barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya." (At-Taghabun: 11)

Perasaan dan kasih sayang adalah "bahasa" internasional yang dipergunakan oleh da'i dalam menghadapi seluruh penduduk bumi, hingga kepada orang bisu sekalipun.

Kerana rahmat Allah-lah Anda berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras lagi kasar, tentulah mereka akan menjauhimu, wahai para da'i.

"Bahasa" ini ibarat mata wang yang ditetapkan untuk dipakai oleh setiap negara secara internasional. Dengan "bahasa" inilah, generasi pertama umat ini dapat menaklukkan dunia. Mereka adalah lentera kehidupan.

"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau mempergunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (Qaaf: 37)

Oleh kerana ltu, barangsiapa tidak mengingat, merasakan, dan terpengaruh oleh keburukan atau keindahan, ia adalah orang yang tidak mempunyai hati.

Abbas As-Siisi

At-Thariq ilal Quluub

Bagaimana Menyentuh Hati

Kiat-Kiat Memikat Objek Dakwah


Kata Pengantar

Dr. Al-Habr Yusuf Nur Ad-Daim

Buku yang berada di hadapan para pembaca ini — Ath-Thariq ila Al-Quluub—adalah karya Syaikh Abbas Hasan As-Siisi, seorang tokoh da'i yang mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman tentang rahsia hati.

Jika Anda bertemu dengan beliau, Anda akan tertarik dengan akhlaknya yang sangat baik, raut wajahnya yang ceria dan bersahabat, serta sorot matanya yang menyejukkan. Itu jugalah yang saya alami tatkala pertama kali bertemu dengan beliau. Anda pun akan langsung menyukainya jika Anda bertemu dengannya. Semakin lama Anda bergaul dengannya, maka semakin dalam pula rasa suka anda terhadapnya, kerana Anda akan mengetahui bahawa beliau adaiah orang yang penuh dengan pengalaman dan sibuk dalam dakwah, sehingga seakan-akan tidak mempunyai waktu lagi untuk mengurus permasalahannya sendiri dan permasalahan anakanaknya.

Semua pemuda yang berjuang di jalan dakwah merasakan belaian kasih sayangnya. Beliau menganggap mereka semua sebagai anak-anaknya sendiri dan mereka pun menganggapnya sebagai orang tua sendiri, sehingga timbullah saling pengertian dan saling berbagi rasa. Jika beliau berada di antara mereka, beliau akan menjadi sebahagian dari mereka, hampir-hampir tidak bisa dibezakan. Sifat tawadhu'nya sangat tinggi.

Ungkapan saya ini bukan kerana sikap ghuluw terhadap beliau dan bukan pula bermaksud menyucikan beliau dari kesalahan (wa laa uzakki 'alallahi ahada). Akan tetapi, saya ingin agar para pemuda melihat kehidupan generasi pertama hasil didikan Asy-Syahid Hasan Al-Banna —semoga Allah memasukkan beliau ke dalam syurga-Nya— agar mereka mengetahui dampak positif dan tarbiyah qur'aniyah dalam membentuk pejuang-pejuang dakwah.

Generasi pertama itu benar-benar telah mengetahui rahsia hati manusia. Oleh kerananya, langkah yang mereka tempuh memang diorientasikan untuk membersihkan hati mereka dengan hidayah llahiah terlebih dulu, baru setelah itu mereka memberikan pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan kepada orang lain.

Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang mudah difahami dan dibuat semenarik mungkin. Anda tidak akan bosan tatkala membacanya, bahkan Anda akan merasakan belaian kasih sayang yang menyentuh jiwa, sehingga Anda akan terus-menerus merindukannya.

Akhirnya, saya sungguh sangat berbahagia kerana telah diberi kepercayaan untuk memberikan kata pengantar bagi buku berharga ini.




Pengantar Penulis

Buku Bagaimana Menyentuh Hati ini, terbit pada saat Mesir tengah diguncang oleh aksi keganasan dan tindakan kekerasan dan beberapa kelompok ekstrem.

Pada judul buku ini terdapat suatu kandungan maksud untuk membersihkan berbagai sikap keras dan tindakan kurang bijak dengan menunjukkan jalan-jalan menuju hati. Allah swt, berfirman,

"Maka disebabkan rahmat dan Allah-lab kamu berlaku lemah lembut terbadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berbati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Al-Imran: 159)

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesunggubnya dia telab melampaui batas, maka berbicaralab kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (Thaha: 43-44)

"Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (Fushilat: 34)

Rasul bersabda, "Seorang wanita masuk neraka gara-gara seekor kucing yang dikurungnya tanpa diberi ma-kan dan minum, dan ia memnggalkannya dengan tidak memberi makan meski dan serangga tanah."

"Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buab hati dalam rongganya." (Al-Ahzab: 4)

Kerana itu, tidak mungkin pemilik hati yang sarat cinta dan keimanan, pada saat yang sama ia adalah se-orang yang berhati gersang, kasar, serta menyimpan rasa dengki dan kebencian kepada pihak lain.

Bismillakirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada seutama-utama Rasul: Muhammad saw.

Amma ba'du.

Ibadah, menurut sebahagian besar kalangan kaum muslimin, berlalu hanya sebatas bentuk penampilan lahiriah saja, tanpa ruh. Seorang muslim dengan asyiknya menunaikan ibadah tanpa peduli bahwa Islam adalah juga agama "misi dan dakwah". Kerana itu melemahlah peranan sosial dan dakwahnya. la tidak mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat untuk mengubah dan mencelupnya dengan warna Islam, secara teoritis maupun praktis, baik dalam tataran emosi, syiar, dan syariatnya sekaligus.

Bila risalah Islam ditujukan bagi seluruh umat manu-sia di muka bumi, maka sangatlah mendesak bagi masyarakat untuk dapat melahirkan para da'i yang memiliki kapasitas memadai dalam bidang ilmu, kecakapan, dan keteladanan. Seorang da'i yang mampu memahami rahsia jiwa seseorang, mampu menghiasi diri dengan watak sabar dan lapang dada.

"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku." (Thaha:25)

Mereka harus juga memiliki firasat yang tajam dan argumentasi yang kuat. Allah swt. berfirman,

"Katakanlab, 'Inilab jalan (agamajku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah ilengan hujah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orangyang musyrik.'" (Yusuf: 108)

Rasulullah saw. bersabda,

"Waspadalah kalian terhadap firasat seorang mukmin, kerana ia melihat dengan cahaya Allah."

Para da'i itu juga harus memiliki kemampuan untuk membangkitkan "indra ketuhanan" demi menarik sim-pati hati, menyatukan jiwa, dan berinteraksi dengan gerakan dakwah beserta medannya yang membentang luas. Ini semua dapat terwujud dengan ajakan dan seruan yang baik, cara yang baik, metode dialogis, dan argumen-tasi yang lebih baik, serta keteladanan yang "tanpa cela". Demikian itu kerana dalam tradisi yang kita kenal "kesu-cian suatu tujuan menuntut kesucian cara dalam merealisasikannya". Sebelum tujuan tercapai, sarana harus sudah ditentukan, tidak ada tawarmenawar dalam hal ini.

Semenjak diterbitkannya buku Ath-Thariq ilal Quluub edisi pertama (edisi terjemahan Era Intermedia "Dakwah dan Hati", edt.) pada tahun 1986, muncul fenomena yang menunjukkan maraknya kesadaran Islam, kasih sayang, dan ikatan hati di kalangan para pemuda Islam. Fenomena ini kemudian merebak dan meluas pada kehidupan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia Islam, yang membangkitkan perasaan di dada mereka untuk bertemu, bersatu, dan berbuat sesuatu secara nyata dengan landasan Al-Qur'an dan Sunah Nabi, dipilari oleh kecerdikan, kesadaran penuh, kewaspadaan, kesabaran, kesetiaan, hasrat menggelora yang tidak tergoyahkan oleli berbagai ujian, dan tidak mudah terseret oleh ambisi nafsu dan dinamika zaman.

Yang dapat membantu kita untuk ltu adalah "taqwa kepada Allah", baik ketika sendiri mahupun di tengah keramaian, juga "yakin akan janji Allah", yang tiada keraguan di dalamnya.

"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalayn ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah~Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku."(An-Nur:; 55)

Di samping itu, kita harus membekali diri dengan ikatan kasih sayang yang mendalam untuk peneguhkan hati dan mengokohkan pijakan bersama Kitabullah dan syariat Allah yang jelas.

Untuk kefakiran kukenakan pakaian kebesaran

Untuk kesabaran kupilin tali yang panjang

Aku bersabar kerana tekad, bukan kerelaan

Dan kubangun dakwahku, generasi demi generasi

Allah swt. berfirman,

"Wahai orang-orang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung." (Ali Imran: 200)


Abbas As-Siisi
Rabi'ul Awal, 1416 H/Agustus 1995 M.




Persembahan

Kepada anakku, Al-Walid

Di kegelapan yang hitam pekat ini

aku menatapmu dengan mata hatiku

aku datang dari jauh menuju fajar baru

dengan cita-cita yang mengharu biru kalbu

untuk mengangkat panji Islam kembali

seperti dahulu.




Pendahuluan

Buku ini saya peruntukkan bagi para pemuda yang merasa terpanggil oleh seruan Allah swt.,

"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104)

Dengan semangat tinggi mereka menyeru manusia kepada kebenaran dan kebaikan, tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengetahui cara mengambil hati objek dakwah, sehingga banyak kesempatan berharga yang terbuang sia-sia.

Saya yakin bahwa cara untuk memikat hati objek dakwah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti umur, pendidikan, tradisi, dan pola pikir.

Di dalam buku ini saya ingin mengemukakan beberapa kiat praktis tentang cara memikat hati tersebut, yang mudah-mudahan dapat diambil manfaatnya oleh para da'i.

Setiap jamaah, kelompok, atau partai mempunyai cara dan sarana tersendiri dalam merangkul massa sesuai dengan tujuan masing-masing. Sebagai da'i dan da'iyah kita pun harus menggunakan cara dan sarana yang diilhami oleh aqidah islamiah, sehingga langkah yang kita tempuh tidak terlepas dari rambu-rambu syariat.

Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada kita metode berdakwah yang mudah untuk diterapkan dan mencakup segala segi kehidupan, sehingga siapa saja yang ingin berdakwah tidak akan kesulitan mencari raetode yang tepat dalam bergaul dengan masyarakat, mengajak mereka kepada kebenaran, dan bersabar atas gangguan yang diterima.

Allah swt. berfirman,

"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?' Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia." (Fushilat: 33-34)





Wasiat Hasan Al-Banna

Saudaraku,

Janganlah engkau putus asa, kerana putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahawa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kelmarin, dan impian hari inj adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidup-nya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.

Allah swt. berfirman,


"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi
(Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman serta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dan mereka itu," (Al-Qashash: 5-6)

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah giliran kita untuk memimpin dunia, kerana bumi tetap akan berputar dan kejayaan itu akan kembali kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.

Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari, kerana bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.

Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti. Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, kerana kita memang tidak mengenal kata "berhenti" dalam berjihad.

Allah swt. berfirman,

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami." (Al-Ankabut: 69)

Hanya Allah-lah dzat yang Maha Agung, bagi-Nya segala puji.


Wednesday, July 14, 2010

Bab 7 Menahan Marah

Dalam pergaulan seharian, kita sebagai manusia biasa tidak dapat lari dari keterlanjuran dalam percakapan, perbuatan atau tingkah laku yang boleh membangkitkan perasaan marah terhadap orang lain. Oleh yang demikian sebagai Muslim asas pergaulan mesti wujud dengan berlandaskan kesabaran. Ketika ini menahan diri dari marah dan memberi kemaafan pada orang mesti diamalkan sepertimana firman Allah:

‘Dan orang-orang yang sabar menahan diri dari marah serta orang yang memberi kemaafan terhadap orang lain. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang suka membuat kebaikan.’
(Surah Ali Imran: 134)

Menahan kemarahan atau sabar adalah sesuatu yang penting dalam hidup, kerana marah sangat bahaya dalam kehidupan seseorang. Sebab itulah Allah menjanjikan ganjaran yang sangat besar kepada sesiapa yang dapat menahan dari kemarahan. Sabda Rasulullah s.a.w.:

‘Sesiapa yang dapat menahan dari kemarahan dan dia boleh menghilangkannya, di hari kiamat kelak Allah memberi keutamaan dari makhluk-makhluk lain untuk dia memilih mana-mana pintu syurga yang dia mahu.’
(Riwayat At-Tarmizi)

Jelas dari hadis di atas bahawa orang yang dapat menahan dirinya dari mengikut nafsu marah dengan melenyapkan segala rasa dendam dari setiap peristiwa yang berlaku akan mendapat balasan di akhirat kelak, iaitu Allah anugerahkarmya dengan satu kelebihan untuk memilih syurga serta diberi keutamaan sama seperti orang-orang yang mati syahid. (Rujuk Al-Mubarakfuri. 1965, hlm. 166)

PUNCA MARAH DAN TINDAKANNYA

Al-Raghib menghuraikan perkataan Al-Ghaiz sebagai bersangatan marah, iaitu ledakan panas secara pantas yang terdapat dalam diri manusia. Ini adalah hasil dari tindakan marah dalam hati seseorang bilamana mendengar sesuatu yang menyentuh hal peribadi atau keluarganya. (Rujuk 'Ali Al-Mugni al-Fayumi. T. Tarikh. hlm. 459-460)

Bagi pendapat Imam Muhd. 'Abduh pula menjelaskan Al-Ghaiz iaitu peraaan marah merupakan penyakit yang terkena pada jiwa manusia apabila didapati kurang mendapat perhatian atau habuan dari hak yang sepatutnya didapati, seperti harta benda, pangkat dan kemuliaan. Penyakit marah ini lambat untuk sembuh serta akan melarat kepada penyakit dendam yang amat sangat dan ia seringkali membawa keinginan untuk membalas. (Rujuk Muhd. Rasyid Redha. Cetakan Ke 2. T.Tarikh. hlm.134). Mengikut Zarnahsyari, pengertian Al-Kazim atau Al-Kazmu ialah simpan dalam hati, tidak dapat dilihat dengan mata kasar terhadap tingkahlaku atau perangainya serta tidak nampak kesan pada seseorang. Lama-kelamaan ia akan hilang. (Rujuk Al-Zarnahsyari. 1987. hlm. 45)

Berdasarkan firman Allah dan hadis Rasulullah, ialah bertindak menahan diri dari marah atau dengan kata lain bertindak jangan mengikut perasaan marah serta awasi dengan penuh kesabaran. Oleh itu sepatutnya bagi setiap jiwa yang sabar mesti menjauhkan diri dari marah. Janganlah melaksanakan sesuatu perbuatan berdasarkan marah kerana ia akan menyakiti orang lain dengan perbuatan dan cakapan. Sebab itulah Rasulullah menjawab kepada pertanyaan sahabat dengan persoalan yang berbunyi:

"Wahai Rasulullah! Tunjukkan aku satu amalan yang boleh memasukkan aku ke dalam syurga?" Jawab Rasulullah, "Jangan kamu marah, balasan bagimu adalah syurga".
(Riwayat Al-Thibrani Melalui Sanad Sahih)

MENGELAK DARI KEMARAHAN

Tabiat manusia suka berdepan dengan keburukan orang lain. Kadangkala tabiat itu membawa kepada dengki dan dendam. Segala cetusan ini adalah hasutan syaitan kerana ada waktu itu manusia sudah hilang pertimbangan lantas mereka mula bertindak di luar pemikiran yang wajar. Untuk mengelak persoalan tersebut setiap insan perlu mengawasi diri mereka supaya jangan mengikut perasaan, atau jangan menyahut seruan dan panggilan orang yang sedang marah. Seandainya kita bedaya mengawasi dan menahan keadaan demikian, maka itulah sifat orang yang bertakwa dan befirman kepada Allah. (Rujuk 'Abdul Hakim Assaid' Adam, 1984. hlm. 34) Firman Allah:

‘Dan orang orang yang menahan dari kemarahan serta memberi kemaafan pada orang lain sesungguhnya Allah amat kasih terhadap orang yang berbuat baik’
(Surah Al-Imran: 134)

Berdasarkan pengajaran dari ayat tadi Allah menyeru hamba-Nya melakukan kebaikan sesama manusia apabila mereka menjalin persahabatan dalam pergaulan seharian.

Di sini kita dapati antara akhlak yang diajar oleh Allah kepada rasul-Nya Muhammad s.a.w. ialah adab pergaulan, seperti lemah lembut, berhati mulia, sabar dalam menghadapi situasi yang tidak diingini, pemaaf, berdamai dan menahan marah. Sebagai dalilnya Allah berfirman:

‘Ambil olehmu wahai Muhammad jalan kemaafan dan suruh umatmu melakukan kebaikan dan berpaling olehmu dari orang-orang yang jahil.’

(Surah Al-A’raf: 199)

Ayat ini menegaskan bahawa kemaafan adalah lambang kemuliaan akhlak ketika hendak bekerjasama dengan orang lain. Andai terdapat sikap atau tingkah laku yang kurang menyenangkan, atau mempamerkan keperibadian yang kurang sopan dan akhlak yang rendah, kita hendaklah menjauhkan diri dan jangan melayani mereka. (Rujuk Al-Razi. 1990. hlm. 78. Juzuk 15). Sebab itu ketika turun ayat ini Rasulullah bertanya kepada Jibrail:

"Wahai Jibrail! Apa maksud ini?" Kata jibrail, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhan kamu berfirman dengan maksud: Hendaklah kamu sambung silatulrahim dengan sesiapa yang memutus persahabatan denganmu, dan hendaklah kamu menghulur pemberian kepada sesiapa yang menegah pemberiannya pada kamu dan hendaklah kamu maafkan sesiapa yang menzalimi kamu".

Melalui ayat dan hadis ini Allah menyuruh hamba-Nya memaafkan kesalahan orang lain, menghormati orang yang tidak menghormati orang lain (dengan maksud sombong dan angkuh) dan merapatkan silatulrahirn yang telah terputus. Inilah gambaran sebaik-baik akhlak yang dituntut oleh Allah. (Rujuk Al-Wahidi Al-Nisaburi. 1316H. hlm. 171). Sebab itu Rasulullah bersabda:

‘Kekuatan itu bukanlah ketika menang dalam pertarungan, sesungguhnya kekuatan yang sebenar dapat menahan dari kemarahan.’
(Al-Bukhari)

Sebab itu para ularna dan ahli psikologi sependapat bahawa orang yang pemarah dan berani melakukan sesuatu di luar landasan akhlak itu ialah mereka yang termasuk dalam golongan bodoh dan tidak normal jiwa dan fikiran kerana mengikut nafsu dan perasaan semata mata, bukan mengutamakan pemikiran yang bijak. Tetapi orang yang berani sebenarnya ialah mereka yang dapat mengawal diri serta nafsu marahnya dengan penuh kesabaran serta dapat memaafkan segala kesilapan yang dilakukan oleh orang lain terhadapnya, sekali gus menggambarkan dialah orang yang cerdik dan bijak. Berdasarkan firman Allah:

‘Dan bagi sesiapa yang sabar dan sentiasa memberi keampunan yang demikian itu termasuk golongan yang melaksanakan setiap yang dituntut.’

(Surah Al-Syura: 43)

Dari keterangan ayat ini tidak hairanlah bahawa jiwa Rasulullah s.a.w. tidak pernah terguris atau marah. Sebab itu jiwanya diibaratkan sebagai lautan yang tidak akan keruh bila dicampak batu ke dalamnya. Dalam al-Quran Allah berfirman:

‘Dan balasan jahat itu ialah jahat seumpamanya maka sesiapa yang memberi kemaafan serta berdamai ganjarannya ke atas Allah yang membalasnya.’
(Surah Al-Syura: 40)

Melalui ayat ini dapat direnungi betapa agung akhlak Rasulullah seperti yang dijelaskan melalui gambaran kemuliaan peribadi junjungan kita Muhammad s.a.w.

Adalah jiwa Nabi s.a.w. bagaikan lautan bila dicampak batu kedalamnya tidak akan keruh dan tidak akan kering berkali kali ditimba airnya, tidak ada suatu perasaan hanya lemah lembut dan sabar, bagi orang orang yang sabar sahaia mengenali sifat ini. Sebagai cara ke arah penyelesaian, Nabi s.a.w. tidak melayani sebarang yang menyakiti melainkan kesabaran dan tidak pernah merasa rugi segala perbuatan orang orang jahil melainkan menolak secara lemah lembut, dan tidak berhasrat membuat penentangan melainkan sekiranya ada pencerobohan yang diharam oleh Allah maka dia menentang kerana Allah. ('Ali Said Farahali 1985. hlm. 89-91)

Dari gambaran hadis di atas jelas sikap Rasulullah s.a.w. sepanjang hayatnya sebagai seorang yang pemaaf, penyabar dan tidak pernah marah. Melalui sejarah kita dapat melihat betapa banyak perbuatan jahiliah yang menyakiti Rasulullah, namun beliau tetap sabar, tidak marah, malah memberi kemaafan terhadap segala keburukan yang dilakukan terhadapnya. Di samping itu baginda berdoa:

‘Ya Allah! Beri olehmu petunjuk pada kaumku ini sesungguhnya mereka tidak mengetahui.’

(Al-Bukhari)

SABAR DAN KEBAIKANNYA

Sabar merupakan satu ungkapan yang mudah disebut tetapi sukar dilaksanakan. Namun demikian sabar boleh dilatih dan diajar pada jiwa yang agresif, keluh kesah dan pemarah dengan mengingati Allah dan berzikir selalu. Firman Allah:

‘Sesungguhnya dengan mengingati Allah itu dapat menenangkan hati.’

(Surah Al-Ra'dhu: 28)

Dari hati yang tenang akan menjadikan seseorang itu sabar. Firman Allah:

‘Maka sabar olehmu bahawa kesabaran merupakan suatu yang indah.’
(Surah Al-Maarij: 5)

Pada ayat yang lain Allah berfirman:

‘Dan sekiranya kamu bersifat sabar itulah kebaikan bagi orang-orang yang bersabar.’
(Surah Al-Nahl: 126)

Sabar amat pahit dirasai tetapi hasilnya manis sekali. Itulah ungkapan yang sering didengar saban hari, namun manusia selalu kecundang di sebaliknya. Di sini kita perlu ingat sejarah perjuangan Rasulullah. Baginda telah membuktikan bahawa kejayaan baginda adalah berbekalkan kesabaran yang kuat sehingga golongan kafir Quraish menerima Islam kerana terpikat dengan kelembutan dan kesabaran baginda. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah pejuangan baginda dan kisah-kisah yang menjadi contoh kepada kita. Salah satu dari kisah tersebut adalah seperti berikut:

Sebelum memeluk agama Islam Zaid bin Salanah telah datang menagih hutang kepada Rasulullah secara kasar iaitu dengan memegang bahu dan menarik baju Rasulullah serta meluahkan kata kata, "Kamu bani Abdul Mutalib yang sukar membayar hutang", lantas Zaid diherdik oleh Saidina Umar dengan mengeluarkan kata-kata yang kasar. Rasulullah tersenyum kemudian berkata, "Antara aku dan Zaid bukanlah cara begini kau lakukan wahai 'Umar. Sepatutnya kamu menyuruh aku supaya menjelaskan hutang dengan baik, dan kamu menasihati Zaid supaya menerima penjelasan hutangnya dengan baik", kemudian Rasulullah menjelaskan keadaan sebenar dengan katanya, "Sesungguhnya baki dari hutang itu tiga cupak lagi", lalu Rasulullah menyuruh Umar membayar dan diganda selain dari hutang itu dua puluh cupak lagi.

Peristiwa itu meninggalkan kesan yang mendalam dijiwa Zaid serta menjadi impian untuk mendekati Rasulullah. Akhirnya impian itu menjadi satu dorongan yang membawa Zaid menerima Islam. Setelah berada dalam agama Islam, beliau menjelaskan bahawa kesabaran dan kelembutan Rasulullah itulah yang memadamkan segala api kemarahan yang akhirnya membawanya untuk bersama Rasulullah. (Rujuk Abdul Hakim Al-Sayid 'Autlah. 1984. hlm. 60)

Dari kisah di atas didapati sikap yang ditunjukkan oleh Nabi s.a.w. itu adalah lambang kernaafan, lemah lembut, serta bejiwa damai. Seterusnya sikap tersebut menberi kesan yang besar dalam perkembangan dakwah Islam. Bagi kita sebagai umat Islam sifat tersebut adalah sebaik baik contoh untuk diteladani dan diikuti kearah pengukuhan ummah.

BILAKAH MARAH ITU DIBOLEHKAN

Marah dibolehkan apabila terjadi sesuatu yang perlu ditentang dan dilawan, seperti pencerobohan terhadap jiwa, nyawa, harta dan pencabulan maruah atau kehormatan. Bagi melindungi harga diri daripada dicemari, kita perlu melawan dan menentang habis-habisan, sama ada pada diri sendiri atau keluarga ataupun orang lain yang tidak kena mengena dengan kita. Perkara ini memang perlu diberi pertolongan untuk menyelamatkannya. Begitu juga pencerobohan terhadap agama seperti tempat ibadat dipermain-mainkan dan dicemari oleh seteru dan juga terhadap saudara seagama dengan kita dianiaya atau diseksa ketika ini perlu dimarahi dan ditentang kerana Allah. Tindakannya adalah pada hati dan jiwa yang berlandaskan akal yang waras. Perbuatan penentangan yang dilaksanakan perlu berdasarkan syariat, supaya tidak keterlaluan atau melampaui batas. (Rujuk Al-Manawir. 1972. hlm. 355. Juzuk 5) Sabda Rasulullah:

‘Bukanlah kekuatan itu ketika menang dalam pertarungan, sesungguhnya kekuatan yang sebenar dapat mengawal dari tindakan marah yang melampaui batas.’
(Al-Bukhari)

BALASAN ORANG YANG MENAHAN KEMARAHAN

Sesungguhnya menahan diri dari marah adalah sifat muttakin dan balasannya di sisi Allah adalah balasan orang-orang yang bertakwa. Dan Allah memberi jaminan kepada orang yang berjaya menahan kemarahan ini dengan memberi keutamaan di hari akhirat untuk memikh syurga yang ia mahu, berdasarkan dalil hadis:

‘Sesiapa yang dapat menahan dari kemarahan dan ia berjaya menghilangkannya di hari kiamat kelak Allah memberi keutamaan dari sekalian makhluk sehingga ia memilih mana-mana pintu syurga yang ia mahu.’
(Al-Bukhari)

Dari pengajaran hadis ini sama samalah kita bersabar dan memberi kemaafan kepada orang lain kerana kemaafan itu lebih tinggi martabatnya dari menahan kemarahan. Namun demikian orang yang berjaya menahan diri dari marah ini sudah tentu ada padanya sifat pernaaf dan ihsan pada orang lain. Jiwa orang yang berjaya menahan marah juga sunyi dari sifat dendam, iri hati, dengki dan talam dua muka. Sifat-sifat buruk inilah yang menyebabkan seseorang itu tidak berjaya di akhirat, walaupun semasa hayatnya merupakan orang yang soleh dan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka dengan ini sama samalah kita berdoa agar dijauhi sifat-sifat sedemikian, dengan doanya:

‘Ya Allah! Jadikanlah kami dari golongan orang-orang yang dapat menahan kemarahan mereka, dan jadikanlah kami orang orang yang suka memberi kemaafan dan perdamaian. Kategorikanlah kami bersama orang orang yang beramal dengan mengikut apa yang diperintah oleh Allah, mengikuti penghulu segala nabi-nabi dan rasul-rasul iaitulah penghulu kami Muhammad Salailah 'Alaihiwassalam. Ya Allah! terimakanlah doa kami.’

Demikianlah kriteria seorang muslim ke arah pergaulan menurut Al-Quran dan Al-Sunnah maka segalanya akan berjaya sekiranya setiap muslim itu beramal dengan sabar.

Sekian, wassalam.

Bab 6 Tolong-Menolong

Kehidupan manusia di seluruh pelosok alam ini tidak dapat lari dari suasana dan keadaan yang berbeza-beza, iaitu ada yang kaya, miskin, kuat dan lemah tubuh badan, ada yang sihat dan ada yang sakit, ada pula yang tua dan ada pula yang masih muda, ada yang alim dan ada yang jahil. Golongangolongan ini sentiasa berhajat dan saling memerlukan antara satu sama lain.

Sebab itulah agama Islam amat menggalakkan setiap orang Islam sama ada lelaki ataupun perempuan supaya memberi pertolongan kerana perbuatan itu merupakan suatu kemuliaan yang amat penting dalam kehidupan harian, dan juga setiap pekerjaan. Jadikanlah pertolongan itu sebagai satu sifat kebiasaan dalam pergaulan. Oleh itu berilah pertolongan-pertolongan yang diharuskan pada syarak. Sesungguhnya Islam amat menggalakkan umatnya supaya memperbanyakkan pertolongan terhadap amalan-amalan kebaikan yang memberi manfaat kedua-dua belah pihak semasa hidup di dunia dan juga di
akhirat nanti, seperti firman Allah s.w.t.:

‘Tolong-menolonglah kamu dalam perkara kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan sekali kaii kamu memberi pertolongan di atas perkara kejahatan dosa yang membawa kepada perseteruan, dan takut olehmu akan Allah. Sesungguhnya Allah akan mengenakan seksaan yang amat dasyat.’
(Surah Al-Maidah: 2)

Apa yang menggembirakan kita hari ini ialah kebanyakan orang suka bantu-membantu antara satu sama lain. Sebagai contoh kebanyakan kita yang mempunyai kenderaan pacuan empat roda sering memberi pertolongan kepada mereka yang berjalan kaki membawa bersama barang-barang keperluan yang berat dijinjing saban hari. Bantuan yang dihulurkan ini dapat meringan dan menjaga kesihatan si miskin untuk menyambung kehidupan di hari muka dan menjamin tanggungiawabnya terhadap anak anak yang masih kecil. Gambaran ini alangkah bahagia andainya keseluruhan tanggungjawab sebagai amanah menjadi kenyataan tanpa kekeliruan dalam masyarakat.

Hal ini amat perlu diambil perhatian bagi menjaga kepentingan asas, iaitu keringanan yang membawa kepada kesihatan dalam pergaulan. Begitu juga ahli-ahli ilmuan yang sentiasa memberi ilmu pengetahuan di masjid ataupun melalui ceramah dan seminar, agar menjadi panduan dalam kehidupan yang lebih bermakna dan bernilai serta diredhai Allah. Manakala orang yang mempunyai kelebihan rezeki akan memberi pertolongan kepada anak-anak yatim dan orang miskin dengan memberi sedekah, derma, hadiah seperti wang ringgit ataupun makanan dan pakaian yang disumbangkan dari penghasilan harta mereka yang melimpah ruah setiap masa. (Rujuk Al-Qurthubi, T.Tarikh. hlm. 2034-2035)

Begitulah hendaknya dalam kerukunan hidup di dunia, sentiasa memberi pertolongan kepada yang memerlukan semoga Allah memberi pertolongan kepada orang yang bersifat pemurah agar dia mendapat kelapangan di dunia dan akhirat. Pertolongan beginilah yang dituntut oleh syariat Islam supaya hidup ummah sentiasa terjamin dan kukuh melalui tolong-menolong serta mengeratkan persaudaraan dan merapatkan silatulrahim yang disertai ganjaran pahala dari Allah yang tidak terhingga.

Keadaan tolong menolong dan kerjasama begini sentiasa dituntut supaya kebaikan itu sedia terpancar dari keperibadian seorang muslim berdasarkan kata kata imam Malik:

‘Apabila seseorang insan itu tidak memperlibatkan kebaikan pada dirinya maka orang ramai tidak mengakui kebaikan padanya.’

HIKMAH TOLONG MENOLONG

Tolong-menolong dapat memberi keringanan antara satu sama lain. Di samping itu tolong menolong juga dapat mengeratkan kasih sayang yang dipupuk di sebalik pekerjaan yang sama sama dilakukan, serta mewujudkan sikap saling hormat menghormati di antara individu dalam masyarakat. Maka dengan demikian suatu ummah itu dengan sendirinya akan kukuh dan dipandang mulia oleh bangsa lain. Berdasarkan apa yang dimaksudkan oleh Imam Malik tadi, seseorang itu tidak boleh mengabaikan pertolongan terhadap orang lain melainkan dia hendaklah memulakan terlebih dahulu akan segala kebaikan sebelum orang lain melakukan kebaikan kepadanya. Rasulullah s.a.w. amat gembira sekiranya umat Islam dapat memberi pertolongan dan menjamin kesempitan ekonomi orang lain dalam mengharungi kehidupan yang serba gawat, sepertimana satu kisah yang terjadi pada Rasulullah sendiri yang menceritakan keadaan kegawatan terhadap satu kaum.

Suatu kisah yang diriwayatkan oleh 'Umar bin Jabir, pada suatu hari, di waktu tengah hari beliau ('Umar bin Jabir) sedang berehat-rehat bersama-sama Rasulullah, tiba-tiba datang satu kaum yang sangat miskin dalam kehidupan seharian pekerjaan mereka sebagai pemburu, keadaan ekonomi sangat lemah. Rasulullah amat simpati dan berubah wajah menampakkan kesedihan. Oleh kerana kaum ini sangat mundur dan berhajat kepada pertolongan pada waktu itu, maka Rasulullah s.a.w. masuk ke dalam rumah kediamannya, kemudian beliau keluar dan menyuruh Bilal melaungkan azan dengan tujuan memanggil orang ramai supaya berhimpun. Kemudian Rasulullah sembahyang sunat dua rakaat dan baginda terus berpidato dengan tujuan meminta orang ramai agar memberi pertolongan dan bantuan kepada kaum yang datang supaya dapat melapangkan keadaan ekonomi kaum tersebut. Tidak lama kemudian datanglah seorang lelaki bersedekah dengan memberi wang ringgit, pakaian dan juga bahan-bahan makanan, selepas itu diikuti beberapa orang lelaki yang terdiri dari pada golongan Ansar dengan memberi bantuan seperti makanan, pakaian yang secukupnya kepada kabilah tersebut, sehinggalah Rasulullah s.a.w. berkata, "Bersedekahlah kamu walaupun sebiji buah tamar", kata-kata Rasulullah itu memperlihatkan wajahnya kembali bersinar putih bersih tanda kegembiraan di atas sambutan oleh orang ramai itu, kemudian Rasulullah bersabda:

‘Sesiapa yang menyumbang ke arah pembangunan Islam akan satu sumbangan yang baik, maka baginya pahala di atas apa yang disumbangkan dan pahala sesiapa yang beramal dengan sumbangan tersebut dengan tidak mengurang sedikit pun pahala mereka, dan sesiapa yang menyumbang dalam Islam ke arah keburukan adalah baginya dosa dan dosa orang yang beramal dengannya selepas dari mereka, tanpa mengurang sedikit pun dosa mereka yang sedia ada.’

(Riwayat Muslim)

Pengajaran daripada hadis di atas dapat difahami bagaimana Rasulullah membuka jalan sebagai laluan kepada orang Islam untuk menolong saudaranya yang kesusahan dalam, kegawatan ekonomi, menghadapi situasi mengharungi arus kehidupan, serta membasmi kemiskinan dan kefakiran dengan apa sahaja yang mampu diberi sebagai tanda simpati serta menghulur bantuan sama ada makanan, pakaian ataupun wang ringgit.

BALASAN TOLONG MENOLONG

Tolong-menolong merupakan satu ibadat dalam kehidupan muslim yang sangat digalakkan oleh syariat Islam ke arah memberi pertolongan secara ikhlas dan Allah memberi ganjaran yang sama di akhirat seperti mana tersebut dalam hadis Rasulullah s.a.w.:


‘Orang Islam adalah bersaudara sesama Islam tidak boleh menzaliminya dan membeban sesuatu yang memberatinya dan siapa yang menunai sesuatu hajat saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya, dan sesiapa yang melepaskan sesuatu bala orang Islam, Allah akan melepaskan segala bala kesusahannya di akhirat, dan sesiapa yang menutup keaiban mana-mana orang Islam Allah akan menutup keaibannya di hari kiamat.

(Riwayat Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas difahamkan betapa besar ganjaran orang-orang yang suka memberi pertolongan kepada orang lain, sekiranya pertolongan itu adalah ikhlas kerana Allah. Di samping itu juga sedap pertolongan yang diberi perlu ada sifat ihsan, baik hati dan lemah lembut berserta dengan perasaan kasihan belas, kerana ini akan membawa kepada sikap bertanggung jawab, tidak angkuh dan ini merupakan kriteria orang orang yang berakhlak mulia, sepertimana yang digambarkan melalui sifat dan akhlak Rasulullah s.a.w.


‘Sesungguhnya akhlak Rasulullah itu ialah sepertimana yang terdapat dalam al-Quran.’

(Riwayat Bukhari Muslim)

Dan seperti mana akhlak yang tersebut dalam hadis im merupakan satu akhlak yang tinggi di sisi Allah dan dijanji ganjarannya di hari kiamat serta lepas segala balajuga apa-apa rintangan di hari pembalasan. Untuk mendapat semua yang tersebut tadi kita mesti melaksanakannya dengan penuh kesabaran, andainya ada tersilap atau tersalah dari segi cakap atau tutur kata yang tidak sengaja mestilah dimaafkan kerana sifat kemaafan ini semulia mulia sifat dalam Islam, orang yang bersifat pemaaf juga amat mudah dimustajabkan segala doanya oleh Allah, kerana dengan sifat pemaaf ini ia tidak pernah menzalimi atau menginaya orang lain.

Tuesday, July 13, 2010

bab 5 Menepati Janji

Perkara yang sangat dituntut terhadap orang Islam ialah menunaikan janji setelah berjanji sama ada sesama muslim ataupun sebaliknya. Menunai setiap apa yang dijanjikan sangat dituntut dalam Islam sama ada perkara yang dijanjikan itu kecil ataupun besar selagi perkara itu tidak membawa kepada maksiat atau pergaduhan.

Firman Allah dalam al Quran:
‘Dan tunai olehmu akan janji sesungguhnya janji itu sesuatu tanggungjawab’
(Surah Al-Esw: 34)

Dalam ayat di atas Allah s.w.t. menyuruh semua hamba-Nya supaya menepati janji apabila dia berjanji dan hendaklah berpegang dengan janji apabila seseorang itu telah berjanji pada waktu dan tarikh yang dijanjikan. Maka hendaklah dia tunaikan pada waktu dan tarikh yang telah dipersetujui itu, walau apapun halangan mestilah menepatinya. Peningkatan prestasi serta lambang keperibadian muslim yang baik dan disenangi adalah terletak pada ketegasan dalam menepati janji. Andainya terdapat sesuatu yang tidak boleh dielakkan, hendaklah dibatalkan ataupun diubah tarikh dan waktunya secara terbaik seperti isytihar kalau bedanji dengan pihak umum atau secara telefon sekiranya dengan individu, supaya pihak lain tidak ternanti nanti.

KEDUDUKAN JANJI

Menunaikan janji adalah diwajibkan ke atas setiap muslim yang membuat janji tidak terkecuali melainkan apabila terdapat keuzuran, maka ia boleh ditangguhkan ataupun sebagainya sepertimana telah dijelas di atas tadi. Persoalan menepati janji amat dituntut dalam Islam kerna menepati janji ini merupakan penyempurnaan keperibadian seorang muslim dalam agama Islam, sepertimana sabda Rasulullah s.a.w.

‘Tanda orang munafik itu ada tiga perkara apabila bercakap dia berbohong, apabila berjanji dia mungkiri janji dan apabila dia diamanahkan dia mengkhianati’.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dalam berjanji amat penting untuk mengingati dan ditunaikan kerana nilai diri seseorang muslim sebahagian daripadanya terletak pada kedudukan dan tanggungjawab menepati janji. Seandainya berjanji dan seringkali tidak ditepati maka kepercayaan orang lain terhadap seseorang itu semakin menurun dan berkurangan. Sebab itulah jangan mudah menerima janji serta berhati-hati terlebih dahulu, sekiranya diterima adakah boleh ditepati atau sebaliknya. Rasulullah s.a.w. amat berpegang dengan janji. Setiap janji Rasulullah tidak pernah mencuaikannya bahkan dia tunggu sehingga pihak yang dijanjikan itu datang menemuinya. Kisah ini sepertimana didwayatkan dalam satu hadis daripada Abdullah bin Abi alHamsa' ra. berkata:

‘Aku telah membuat satu perjanjian dengan Rasulullah sebelum dia dibangkitkan menjadi Rasul, dengan menjual suatu barang, setelah terdapat baki yang tidak dapat diselesaikan ketika itu dan aku berjanji untuk datang menyelesaikannya di suatu tempat, maka aku terlupa perjanjian yang dibuat bersamanya. Kemudian aku teringat selepas tiga hari maka aku datang. Tiba-tiba aku dapati Rasulullah berada di tempat itu, lalu beliau berkata, "Wahai pemuda! Sesungguhnya kamu telah menyusahkan ke atas aku, aku berada di sini semenjak tiga hari menunggu kamu".
(Riwayat Abu Daud)

Dari hadis di atas timbul persoalan mengapa Rasulullah amat berpegang pada janji sehinggakan beliau sanggup tunggu sampai tiga hari berturut-turut? Untuk menjawabnya perlu dijelaskan kedudukan janji pada syariat. Ia merupakan suatu tanggungjawab sebagai satu amanah yang mesti ditunaikan antara dua orang yang berjanji, setelah dipersetujui antara dua belah pihak, maka apabila mengingkari perjanjian yang telah dipersetujui bererti mengabaikan amanah. Oleh itu kedudukan orang yang demikian adalah munafik sepertimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadis tersebut di atas
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Sebab itulah umat Islam disuruh menunaikan janji apabila mereka berjanji. Sekiranya diragui tidak dapat menunainya jangan sekali-kali membuat janji, kerana ia adalah berat dan membawa kepada salah satu tanda daripada tanda-tanda munafik. (RujukIbnu Haiar Al-Asqalani. 1978. hlm. 218, juzuk 22) Seorang penyair telah mengambarkan sikap mungkir janji dengan tujuan untuk menghindarkan daripada sikap tidak menepati janji bila seseorang itu berjanji dengan katanya:

‘Jangan kamu merungut apabila suatu masalah tidak dapat diatasi. Sesungguhnya penyempurnaan terhadap satu janji dalam suatu perkara dengan perkataan "Ya".


Sebaik baik perkataan “Ya” selepas "Tidak", dan seburuk buruk perkataan "Tidak" selepas pengakuan "Ya". Sesungphnya "tidak” selepas "ya”, suatu yang tidak diingini. maka dengan perkataan "tidak", mulalah meringan meringankan tanggungjawab, dan mulalah hidupmu dipandang ringan yang membawa penyesalan selama lamanya.

Dan apabila kamu berkata "Ya", maka sabarlah terhadap kesanggupan itu, dengan tujuan menjayakan perianjian bagi mengelak bersalahan janji untuk menjauhi dari kamu dikeji.

bab 4 Kasih Mengasihi

Suatu yang sangat dituntut terhadap seseorang muslim ialah pergaulan sesama saudaranya wajib dilakukan dengan baik serta menggembirakan saudaranya. Dengan kata lain tidak membebankan saudaranya dengan sesuatu yang boleh melukakan hati atau menyusahkannya, serta rasa terganggu dan serba salah yang membawa ke arah mendukacitakan. Tanggungjawab ini amat dituntut di dalam Islam sepertimana diterangkan oleh Rasulullah s.a.w.:

‘Seseorang itu tidak beriman sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya sepertimana dia kasih terhadap dirinya sendiri’
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahawa seseorang itu tidak dibenarkan sama sekali untuk menyakiti hati saudaranya, ataupun kawannya menyebabkan saudaranya kecewa menderita putus asa kerananya lebih-lebih lagi menyakiti tubuh badan seperti memukul, mencedera dan sebagainya, ataupun sesuatu yang menyebabkan dia teraniaya, seperti penipuan yang membawa ke arah kegagalan dalam kehidupan serta kesusahan sepanjang hayat. Semua ini ternyata dalam al-Quran dan al-Surmah dengan larangan yang amat keras dan tidak dibenar walau apa cara sekalipun.

KEWAJ1PAN MENCERIAKAN PERGAULAN

Berdasarkan hadis yang lain Rasulullah s.a.w. bersabda:

‘Sesunggubnya amalan yang sangat dicintai Allah selepas melakukan ibadat fardhu oleh hambanya ialah mengembirakan hati saudaranya sesama Islam’
(Riwayat Baihaqi)

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya tanggungjawab seseorang hamba bagi menceriakan jiwa saudaranya. Lebih lebih lagi soal menghasilkan sesuatu keperluan atau mencapai kepentingan sesama muslim dalam masa seseorang itu mengejar sesuatu kerjaya dalam hidupnya. Adalah tidak wajar orang lain menghalangnya bahkan dianjur supaya memberi bantuan ke arah usaha tersebut agar segera diperolehinya. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. amat menggalakkan umatnya ke arah memberi pertolongan terhadap saudaranya untuk mencapai sesuatu hajat sepertimana dinyatakan di dalam hadisnya yang berbunyi:

‘Orang Islam adalah saudara bagi orang Islam yang lain, yang mana tidak boleh menzalimi antara satu sama lain, dan jangan mengabaikan pertolongan kepadanya dan sesiapa yang menunaikan hajat saudaranya, Allah sentiasa menunaikan hajatnya, dan sesiapa yang melepaskan saudaranya daripada bala atau sebarang kesusahan, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari qiamat dan sesiapa yang menutup keaiban saudaranya, Allah akan menutup keaibannya pada hari kiamat.’
(Riwayat Bukhari Dan Muslim, Abu Daud)

Melalui suruhan Rasulullah terhadap umatnya sepertimana yang difahamkan dalam hadis ini jelas menunjukkan bahawa menjadi suatu kewajipan ke atas orang muslim untuk berusaha bagi mengelokkan pergaulan sesama manusia dengan memberi pertolongan, bantu-membantu antara satu sama lain. Apabila terdapat sesuatu permusuhan atau pertengkaran bersegeralah untuk mendamaikan mereka, seperti firman Allah:

‘Tiada kebaikan dalam segala urusan yang mereka tempuhi melainkan menyeru ke arah kebenaran atau melakukan segala kebajikan ataupun mendamaikan di antara manusia yang bergaduh dan sesiapa yang melaksanakan demikian adalah untuk menuntut keredhaan Allah, semoga Allah berikannya pahala yang berlipat ganda’
(Surah An-Nisa’: 114)

Ayat ini bermaksud melarang kejayaan satu golongan yang seringkali merahsiakan dari golongan yang lain, sedangkan golongan yang menjadi mangsa itu juga berhak menerima kejayaan yang sama, maka cara ini seolaholah menunjukkan sifat tamak dan belot yang seringkali terjadi di kalangan umat manusia, lebih-lebih lagi zaman sekarang. Keadaan begini walaupun berjaya tetapi di sisi Allah adalah gagal disebabkan tamak dan belot tadi, bahkan menimbulkan perpecahan yang merugikan perpaduan ummah itu sendiri.(Rujuk Imam Fakhruddin Al-Razi, 1990. hlm. 33-34, juzuk 11)

MUAFAKAT MEMBAWA BERKAT

Kejayaan yang sebenar adalah sama sama bermuafakat ke arah kebaikan. Ini merupakan satu sedekah yang membawa perdamaian di kalangan manusia serta menghapuskan rasa irihati, prasangka, keraguan, dendam dan sebagainya. Penjelasan ini dihuraikan melalui hadis Rasulullah s.a.w.:.

‘Setiap ucapan salam dari seseorang ke atasnya adalah sedekah, setiap hari setelah
naik matahari kamu bertugas mengadili di antara dua hamba Allah yang bertelagah adalah sedekah, memberi pertolongan untuk mengangkat barang keperluan ke atas kenderaan adalah sedekah dan bercakap dengan cakapan cakapan yang baik adalah sedekah dan setiap langkahmu untuk ke tempat sembahyang adalah sedekah, begitu juga kamu membuang duri atau apa-apa yang boleh menyakitkan orang di jalanan adalah sedekah.’

(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan peranan tanggungjawab dan rasa kasihan belas serta timbang rasa terhadap orang lain itulah yang membawa kepada sikap keimanan itu sendiri dan ia perlu ditanam di dalam jiwa setiap muslim. Inilah yang dituntut di dalam pergaulan hidup bagi setiap lapisan masyarakat yang mengakui dirinya sebagai seorang muslim sepertimana sabda Rasulullahh s.a.w.:

‘Tidak beriman seorang kamu sehinggalah kamu kasib terhadap saudara kamu sepertimana kamu kasih kepada dirimu sendiri.’
(Riwayat Bukhari Muslim)

BERSAMA MENUJU KEREDHAAN ALLAH

Ternyata dalam kehidupan ini boleh dikatakan setiap masa dipenuhi dengan amalan kebajikan yang baik dan diberi ganjaran pahala oleh Allah kepada hamba-Nya yang melakukan kebaikan. Ganjaran ini amat mudah dan senang didapati asalkan apa yang dilaksanakan itu ikhlas kerana Allah s.w.t. Malangnya kebanyakan individu tidak nampak ganjaran dan wawasan terhadap kebaikan, sebaliknya merasakan dirinya hina atau diperbodohkan andai melakukan demikian. Keadaan ini adalah suatu kesilapan besar dalam perhitungan hidup yang sesingkat ini. Dalam menuju keredhaan Allah s.w.t. apa yang lebih malang lagi ialah manusia amat mudah terjerumus ke arah
keburukan yang membawa dirinya menjadi keji, yang mana dia sendiri mengusahakan ke arah itu, seperti sifat sombong tidak mahu dikalahkan dan sentiasa menjadi pemenang dalam semua urusan serta menakutkan-nakutkan orang lain. Seringkali si lemah dan si miskin menjadi mangsa. Islam menetapkan kedudukan orang orang yang suka membuat ugutan dengan menakut-nakutkan saudaranya dan membuatkan saudaranya merasa sedih, takut, kecewa dukacita dalam hatinya sebagai zalim. Hukuman ini telah ditegaskan oleh Rasulullah dalarn hadis yang berbunyi:

‘Sesungguhnya seorang lelaki telah mengambil kasut lelaki lain lalu disembunyikannya dengan tujuan hendak bergurau, maka diberi tahu kepada Rasulullah s.a.w., maka jawab Rasulullah jangan kamu menakut-nakutkan saudara kamu sesama Islam, maka sesunggunya menakut-nakutkan saudara kamu itu merupakan kezaliman yang amat besar dosanya.’
(Riwayat Thabrani)

Jelas sekali hadis ini menyatakan kedudukan dan hukuman bagi orang yang suka menakut nakutkan orang lain dengan perbuatan ataupun perkataan yang merupakan ugutan itu suatu kezaliman. Di dalam hadis yang lain pula Rasulullah menegaskan perilaku orang yang suka memandang orang lain dengan wajah yang menggerunkan, melalui sabda Nabi s.a.w.:

‘Barangsiapa yang melihat kepada mana-mana orang Islam dengan satu pandangan yang menakut-nakutkannya melalui kegeraman walahnya tanpa ada sebarang sebab untuk melakukan demikian maka Allah akan menakutkannya di hari kiamat (seperti apa yang dilakukan terhadap saudaranya di dunia)’.
(Riwayat Thibrani)

Berdasarkan hadis di atas sekiranya ada sebab sebab tertentu dan berhak dilakukan demikian seperti ibu bapa mengajar anak, guru mengajar murid dengan memberi arahan arahan tertentu secara tegas maka ini dibolehkan dengan maksud rnendidik. Namun demikian Rasulullah melarang keras bagi orang yang mengacu-acukan senjata tajam kepada orang lain sama ada secara melawak ataupun bertujuan menakut-nakutkan. Andai kata melakukan dernikian malaikat akan melaknatnya hingga ke akhir usianya di dunia ini, sepertimana dalil yang dijelas oleh Rasullah s.a.w.:

‘Sesiapa yang mengisyaratkan atau mengacukan-acukan sebarang senjata tajam yang diperbuat daripada besi, maka sesungguhnya malaikat akan melaknatnya hingga ke akhir hayat sekalipun dia mengisyaratkan kepada saudara seibu atau saudara sebapanya sendiri’
(Riwayat Muslim)

Hal ini dipandang berat oleh syariat kerana senjata itu dijadikan sebagai alat untuk mencari rezeki, bukan untuk menakut-nakutkan orang lain ataupun mengancam sesama sendiri yang mungkin mencetuskan suasana tidak aman, darurat yang mungkin membawa ke arah hidup yang tidak ada kesejahteraan dalam masyarakat. (Rujuk Zainul 'Abidin Ibnu Rajah Al-Hamnbali Al-Baghdudi. T.Tarikh. hlrn. 145)

Dengan demikian dalam merealisasi hidup ini Allah s.w.t. telah menentukan cara hidup kepada hambanya dengari baik seperti bersaudara sesama Islam, bukan secara sebaliknya, dengan harapan setiap muslim itu akan kembali kepada Allah dengan penuh keredhaan-Nya sebagai ganjaran ketaatan hamba terhadap segala suruhan Allah sebagai khalifah di muka bumi yang mana semua amalan akan dihitung semula.




Kau Sahabat Istimewa


Sahabat..

akan hadir suatu hari nanti

seseorang yang bisa membuatkan dirimu bahagia

membawamu ke garbang nan indah kekal abadi

agar kau bisa bersama-sama menempuh segala ujian kehidupan dunia

yang tidak kau terfikir di hari ini

insyaAllah, janji-Nya pasti kan tiba

doalah penguat seseorang muslim sejati

moga kau akan memperoleh yang terbaik untuk diri

ku kan mendoakanmu sentiasa...





uwais_alrafique

(13/07/2010)




*Buat Sahabatku, Mata Ku.. Salam Ulangtahun Kelahiranmu yang ke 26.. moga dipermudahkan segala urusan dunia dan akhirat.. ameeeen Ya Rabbal `Alamin..